Dilema terjawab oleh Sang Pemimpi

Hari ini tanggal 30 Desember 2009 pukul 00:50. Kurang dari dua hari, tahun baru akan datang. Hari ini saya punya kisah sendiri. Sebenarnya lagi-lagi hanya sebuah kejadian biasa yang mungkin semua orang pernah alami. Hari ini saya pergi ke bioskop dengan sahabat saya, Natal. Kami pergi nonton film Sang Pemimpi yang kata orang-orang bagus itu. Kami sampai di bioskop telat, dan film sudah mulai, karena tadi menunggu Natal makan dulu (ga menyalahkanmu kawan). Tapi, saya mencoba untuk memperhatikan baik-baik, supaya saya mengerti.

Selama saya menonton film itu, saya merasa seakan-akan saya lah yang berperan di sana. Saya seperti melihat kehidupan saya digambarkan di sana. Saya seperti melihat orang tua saya yang sedang bekerja begitu kerasnya, saya melihat seorang tina yang mempunya mimpi untuk pergi ke suatu tempat nan jauh dari Jakarta. Saya melihat begitu banyak masalah dan realita yang menghalangi saya untuk bermimpi. Dan saya melihat diri saya yang sempat mempertanyakan dan meragukan mimpi-mimpi saya, menyerah pada keadaan. Semua seperti sebuah cerminan diri saya.

Bagaiaman saya tidak terenyuh. Ada satu kata-kata yang membuat saya semakin tersohok (bahasa apa itu?)
"Yang terpenting, bukanlah seberapa besar mimpi kalian, melainkan seberapa besar upaya kalian mewujudkan mimpi itu" ini kata-kata guru (saya lupa nama'a, diperankan oleh Nugie).
Saya tahu bahwa mimpi saya besar, anda tahu suatu hari saya ingin pergi ke Papua, saya mau menjadi seorang pendidik di sana. Bukan hanya sampai Papua, saya juga ingin pergi ke Afrika, bahkan ke negara-negara lainnya. Itu impian terbesar saya. Tapi setelah saya mendengar kata-kata sang guru dalam film itu, saya tersadar bahwa mimpi yang besar harus dimiliki oleh orang yang besar. Orang yang besar, pasti mau mengeluarkan usaha yang besar juga.

Saya tahu bahwa kadang saya pun belum siap untuk memiliki mimpi yang besar itu. Saya jadi bertanya-tanya, sudah seberapa besar usaha saya untuk meraih mimpi itu. Apakah itu hanya sebuah tajuk rencana saja? Saya jadi malu, karena selama ini saya hanya berkoar-koar saja menceritakan impian-impian saya. Sekarang saya jadi bertanya-tanya kepada diri saya sendiri, apa yang sedang saya jalani, dan apa yang sedang saya usahakan. Sepertinya saya harus menguji diri saya kembali.

Tapi film ini membuat saya menjadi berpikir, begitu banyak hal yang mengganggu dan kadang menggoyahkan mimpi-mimpi yang sedang dituju. Ikal berasal dari keluarga yang berkekurangan, tapi mental mereka tidak ikut sama miskinnya. Aray bukan siapa-siapa, ia hanya anak yatim piatu, tapi ia banyak memberikan kebahagian dan mimpi-mimpi untuk sekitarnya. Ia miskin, namun bisa mengajarkan orang lain untuk menjadi kaya. Jimbron hanya seorang anak yang gagap, ia begitu polos. Namun ia mengerti bagaimana membahagiakan orang-orang di sekitarnya, ia berusaha membuat orang bisa tersenyum.

Siapa saya hari ini? Keadaan saya jauh lebih baik dari mereka, setidaknya saya tidak perlu bekerja di pelabuhan, saya tidak perlu bekerja sebagai kuli es balok, saya tidak perlu setiap hari membersihkan mangkok-mangkok bakmi, dan saya pun masih bisa merasakan keadaan yang lebih baik. Namun, saya jadi bertanya, apa yang sudah saya buat? Apakah saya bisa melakukan hal-hal luar biasa dalam keadaan yang biasa seperti mereka. Sebelum mencapai mimpi yang jauh itu, saya harus bisa membantu orang di sekitar saya mencapai mimpinya.


Anda tahu, di tengah kekalutan saya, tadi malam saya ingin membuat status ini di facebook saya:
"Terlalu banyak kenyataan yang kadang membunuh impian..
Terlalu banyak pernyataan yang mematikan harapan..
Dan terlalu banyak pertanyaan yang menyesakan pikiran..
Haruskah tetap dijalani??
Dan memang hidup masih tetap sebuah pilihan dalam semua kesempatan.."
Ketika sedang memikirkan, apakah harus saya post atau tidak, tiba-tiba datang seorang teman, hanya teman dunia maya, namun apa yang ia lakukan membuat saya lupa untuk menuliskan status itu. Perasaan saya tiba-tiba berubah, ia datang dengan banyak leluconnya membuat saya bisa tertawa, sehingga saya jadi berpikir kembali, berpikir kalau status itu terlalu berlebihan.

Teman, sahabat, keluarga, dan siapa pun itu, mereka bisa menjadi masalah dan halangan buat kita mencapai mimpi, tapi mereka juga lah yang bisa membawa kita sampai kepada mimpi-mimpi kita. Setiap masalah yang saya hadapi saat ini tidak boleh membuat saya berhenti bermimpi, saya layak untuk mencapai mimpi-mimpi saya. Dan itu semua akan saya jawab dalam tindakan saya di 2010.

dilema 2

Lagi-lagi, malam ini saya sulit untuk terlelap. Yah, mungkin ini kesempatan saya untuk berbagi kisah. Soalnya kalau siang hari, adik saya sering berebut untuk menggunakan internet. Btw, hari ini hati saya masih gelisah, pikiran saya masih penat. Entah apa yang mengganggu, semua terasa begitu padat. Saya jadi teringat akan kotbah Reinhard Bonke, soal meng-unload my self. Memang benar, bahwa kadang otak kita, hati kita, jiwa kita terlalu penuh dengan hal ini itu. Satu-satunya cara untuk bisa kembali membuat semua sistem dalam diri kita dengan baik adalah dengan membongkar isi otak, hati, dan jiwa saya. Saya teringat sama lemari saya yang sering penuh, yang membuat mama saya selalu berteriak-teriak. Kadang saya suka kesal, karena saya merasa lemari itu terlalu kecil, tidak cukup untuk memuat semua pakaian saya. Apa yang terjadi, biasanya kalau saya sudah malas, saya hanya memasukan semua baju-baju saya begitu saja. Ketika mencari baju, saya akan "mengubek-ubek", dan meninggalkannya dengan kusut. Dan itu pula yang terjadi di lain waktu. Akhirnya, suatu waktu saya akan kesulitan mencari pakaian saya.

Anda tahu apa yang jadi penyebabnya? Karena kemalasan saya mengatur atau membongkar dan menyusun kembali baju-baju saya. Seandainya saya mau membongkar ulang dan menyusunnya kembali, keadaannya akan jadi lebih baik.

Hal inilah yang juga terjadi pada pikiran dan hati saya saat ini. Terlalu banyak muatan yang sudah berantakan, dan sudah seharusnya saya membongkat muatan ini. Di dalam pikiran saya saat ini. Hari ini hati saya begitu bergejolak, masalah keluarga, masalah pribadi, masalah masa lalu, masalah hubungan dengan orang lain. Semua saya rasakan secara bersamaan hari ini.

Bagaimana perasaan kita kalau melihat adik kita salah jalan?
Bagaimana perasaan kita melihat orang tua mengalami masalah ekonomi?
Bagaimana perasaan kita melihat message-message lama dari orang yang dulu kita harapkan?
Bagaimana perasaan kita ketika orang yang tadinya dekat, tiba-tiba berubah?
Bagaimana perasaan kita ketika harus tinggal seharian di dalam rumah sampai bosan?
Bagaimana perasaan kita jika seseorang melupakan kita tanpa alasan yang jelas?
Bagaimana perasaan kita kalau kita melihat anak yang kita bina malah menjadi tambah kacau?
Bagaimana perasaan kita kalau teringat akan semua kesempatan yang sudah dilepaskan?

Semua perasaan itu mengganggu pikiran saya.. Hari ini saya begitu penat dengan semua pikiran itu. Secara manusia saya sangat lelah, saya menanti banyak jawaban, berharap itu datang dari Tuhan. Kadang secara manusia, saya sudah lelah dengan kehidupan, walaupun judul Blog ini "I love Living Life". Tapi saat ini saya mulai lelah, mulai penat. ?Tapi bukan berarti saya tidak suka dengan hidup ini. Saya hanya sedang merasa lelah, butuh sedikit istirahat sebelum melanjutkan pertandingan hidup ini.


Saat ini yang sedang saya pikirkan adalah bagaimana meng-unload hati dan pikiran saya. Saya tahu bahwa saya harus fokus pada apa yang mau saya capai. Bukannya saya mau menjadi orang yang tidak peduli, namun kadang masalah di sekitar saya membuat saya menjadi tidak fokus pada apa yang ingin saya capai.


Kalau kamu jadi saya, apa yang akan dilakukan?
Saya bertanya, dan mencari jawaban..

Dilema 1

Untuk kesekian kali'a aku kesulitan untuk terlelap dalam gelap.. Entah mengapa setelah menyelesaikan praktikum, aku jadi semakin sulit untuk tidur tepat waktu, apalagi bangun tepat waktu.. Belakangan ini, pikiran yang sama masih menghinggapiku. Bukan masalah siapa yang saya pikirkan, tapi kenapa aku terus memikirkan hal itu dari tahun ke tahun. Padahal, aku udah bilang sama Tuhan, "Yah Tuhan, Engkau tahu yang terbaik, dan yang terbaik itu ada pada waktu yang terbaik."

Aku pernah kecewa dan pernah juga mengecewakan orang lain. Semua karena ga bisa menahan perasaan, terlalu larut dalam aliran emosi, sehingga lupa menggunakan akal sehat. Semua diterabas, mengganggap segala sesuatu bisa diatasi. Seringkali aku menjadi naif, entah karena sedang mabuk atau apa. Hari ini, bahkan belakangan ini, aku lagi coba untuk menggunakan logika. Kadang aku suka ga percaya sama apa yang aku rasa.

"Hidup adalah pilihan", itu adalah kata-kata yang selalu saya kampanyekan. Tapi ternyata tidak semudah apa yang dipikirkan. Setidaknya, aku pun masih sering ragu atas sebuah pilihan. Kadang pilihanku adalah "tidak memilih" atau tak segan-segan merubah pilihan itu, alias "plin-plan". Apalagi kalau udah urusan yang satu ini.

Saya adalah orang yang pegang prinsip, apapun bisa saya lakukan untuk tetap menggenggam prinsip itu dalam tangan saya. Dan saat ini saya ada di antara perbatasan prinsip dan perasaan. Bagaimana saya bisa melanggar dan menarik kata-kata saya sendiri demi menyenangkan hati saya? Namun bagaimana juga saya bisa membohongi perasaan saya demi idealisme yang saya pegang.

Heehm, ini sebuah pergumulan dan perenungan.. Tuhan tunjukan jalanMu.. Bolehkan Kau berikan yang terbaik tanpa harus aku memilih? Jika memang sudah ada yang terbaik, maka berikan saja itu, tanpa pilihan yang lainnya. Tapi, aku bukan sedang memaksa Mu Tuhan, itu kehendakMu, dan jadilah kehendakMu di bumi ku, di hidupku, seperti juga kehendakMu terjadi di surgaMu..

Paradoks Natal

Hari Natal sudah berlalu, tapi suaraNya masih menggema di telinga. Apa yang menjadi makna? Hari ini saya belajar dan diajar. Apa itu Natal? Sebuah perayaan kah? Bahkan semua orang yang tidak kenal Yesus pun merayakannya. Jadi apa itu Natal? Apakah sebuah perayaan tahunan dengan sebuah penyalaan lilin, drama, dicampur dengan paduan suara yang menggema dan akhirnya dibungkus dengan salam "Selamat Natal"?

Apakah kita harus bersukacita dalam Natal? Yah, itu benar.. Tapi sesungguhnya Natal adalah buah dari perbuatan kita. Natal adalah kondisi Yesus harus menderita, karena tidak ada cara lain untuk menebus dosa kita. Dosa dimulai oleh manusia dan harus diakhiri dalam bentuk manusia. Dengan cara itulah, Allah menjalankan rencanaNya, Ia buat bagiannya yang paling berharga menjadi hina. Apakah kita bisa tertawa sambil mengunyah setiap potongan daging yang besar? atau sambil menyanyikan "Jingle bell, jingle bell.." atau "Santa Clause is coming to town"?? Inilah paradoks sebuah Natal, dibungkus dalam sebuah kemewahan sebuah pengorbanan. Padahal ini bukan hanya sekedar pesta ulang tahun, tapi ini upacara mengantar Dia ke dalam kematianNya.

Natal membawa iman. Iman yang menembus keterbatasan, iman yang menjadi jembatan, iman yang menghubungkan kita denganNya. Iman membuat kita bisa percaya apa yang tidak terlihat, Iman membuat kita merasakan apa yang tidak tersentuh, dan Iman yang menjebatani kita melampaui langit dan bintang-bintang di angkasa menuju tempatNya. Hal yang mustahil untuk menjangkau Allah yang tanpa batas itu dengan diri kita yang terbatas, dan kemustahilan itu dijawab dalam sebuah kelahiran..

Apakah masih layak menghubungkan Natal dengan sebuah lilin? Apakah masih layak menghubungkan Natal dengan sebuah pohon cemara yang indah? Apakah masih layak menghubungkan Natal dengan potongan-potongan kue di meja makan? Terlalu naif.. Namun inilah paradoks Natal..

Bukan Tuhan yang tuli, tapi kita yang tuli..

Suatu hari ada seorang suami dia pergi ke seorang dokter THT untuk berkonsultasi. Yang ingin ia konsultasikan bukan dirinya, melainkan istrinya. Ia merasa, sang istri mengalami gangguan dalam pendengaran.
Suami: "Dok, saya ada masalah dengan istri saya. Belakangan ini saya sering kesulitan untuk berkomunikasi dengan dia. Setiap kali saya bertanya ia tidak pernah menjawab, bahkan ia jadi sering marah-marah. Apa ia punya masalah dengan pendengarannya yah dok?"
Dokter: "Ehm, begini saja, nanti sampai di rumah kamu coba berbicara dengan istri kamu, pertama-tama dari jarang 10 meter. Lalu lihat apakah ia merespon atau tidak."
Suami: "Kalau ia tidak menjawab bagaimana dok?"
Dokter: "Cobalah berbicara lebih dekat lagi, jarak 8 meter."
Suami: "Kalau istri saya masih diam saja bagaimana dok?"
Dokter: "Yah, kau maju lebih dekat lagi, sekitar 4 meter lalu berbicara lagi."
Suami: "Kalau dalam jarak tersebut istri saya masih diam saja, gimana dok?"
Dokter: "Coa mendekatlah di sebelah dia, dan coba kamu berbicara lagi, dan lihat apakah dia menjawab atau tidak. Kalau dia tidak menjawab juga, berarti ia memang memiliki permasalahan dengan pendengarannya."
Sampai di rumahnya, sang suami melihat si istri sedang memasak di dapurnya. Dalam hati, ia berkata: "Wah, ini kesempatan untuk mencoba nasihat dokter tadi." Lalu sang suami pun mulai mencoba bertanya kepada istrinya yang sedang sibuk memasak itu.
Suami: "Ma, sedang masak apa?"
Istri: "......................" Sang istri tidak menjawab..
Sang suami kemudian maju beberapa meter, dan mulai bertanya lagi "Ma, sedang masak apa?"
Untuk kedua kalinya si suami tidak mendengar jawaban apapun.
"Mungkin karena suara kompor yang berisik itu, makanya istriku tidak mendengar suaraku." pikir si suami dalam hati. Kemudian ia maju kembali beberapa langkah.
Suami: "Ma, kamu sedang masak apa siiih?!" si suami berteriak dengan keras.
Karena kesal dan gemas, suami mulai mendekat berdiri di sebelah sang istri sambil berteriak di kuping istrinya : "Maaaaa.....! kamu masak apa siiih....???!!"

Lalu si istri tiba-tiba memandang sang suami dengan wajah kesal, dan berkata:
"Astaga, dari tadi saya sudah menjawab sampai 3 kali, saya masak sooooooooop.. emang kamu ga dengar yah???" jawab istrinya dengan sangat gemas..

What's the lesson for us??

Terkadang kita merasa bahwa Tuhan tuli,
telinga Tuhan yang bermasalah karena tidak mendengar doa-doa kita.
Tapi sering kali sebenarnya kita yang tuli,
telinga kitalah yang bermasalah dan tidak bisa mendengar
jawaban yang sebenarnya sudah Tuhan katakan..

















Buka Mata, buka Hati, dan ingat buka Telingamu....!!!