Happy Single Forever..

Filipi 4: 11 "Kukatakan ini bukanlah karena kekurangan, sebab aku telah belajar mencukupkan diri dalam segala keadaan."

"Setiap tahap dalam kehidupan punya pergumulannya sendiri"

Ada 3 kasus yang Lee Burns ceritakan, ini pengalaman saat dia melakukan konseling:
  • Kasus Pertama, ada seorang wanita berusia 34 tahun, ia masih single, dia merasa kebingungan dan khawatir karena ia belum juga menikah. Lingkungan sekitarnya (keluarga) mendesak ia untuk menikah. Ia merasa bahwa dirinya tidak lengkap jika tidak menikah, ia merasa 'abnormal' dengan keadaanya saat itu.
  • Kasus kedua, ada sepasang suami istri yang datang untuk melakukan konseling, karena mereka berencana untuk bercerai. Sang istri sebelumnya pernah mengalami 1 kali kegagalan pernikahan, (saya lupa apakah suaminya juga pernah). Sang Istri menceritakan bahwa suaminya kasar, dan ketika sang suami ditanya mengapa ia ingin menceraikan suaminya, alasannya karena istrinya sekarang sudah berbeda, sudah GENDUT (@$@#%#$!!) tidak seperti dahulu ketika mereka belum menikah. Sang istri hanya bisa menangis sedih, ia selalu mendapatkan perlakuan dan kata-kata kasar dari sang suami. Ketika Lee Burns mengajak mereka kembali ke masa lampau, mengenang kembali hal-hal apa yang membuat si suami bisa jatuh cinta waktu itu, sampai suamii tersebut pernah membuatkan kolam hanya karna si perempuan ingin punya kolam di depan rumahnya. Bukankah itu hal yang paling manis? Tapi si suami tidak bisa merasakan hal itu lagi.
  • Kasus ketiga (sorry agak lupa jelas kasusnya) ada sepasang kekasih, mereka sudah punya hubungan yang lama. Mendadak si wanita menyampaikan sebuah berita (harusnya berita gembira jika pada kondisi yang benar) bahwa ia hamil. Si laki-laki ini bukannya bahagia, dia malah jadi bingung. Ia bukan tidak cinta pada sang wanita, atau membenci si anak, tapi ia tidak siap menjadi figur seorang ayah. Ia tidak pernah tau seperti apa figur seorang ayah. Ia tidak mengerti harus berperan dan bersikap seperti apa. Ia tidak mau menikahi wanita tersebut
Banyak orang yang berpikir bahwa, ketika kita menambahkan sesuatu ke dalam hidup kita, itu membuat kita happy. Misalnya, membeli mobil, rumah, iPad, iPhone, i u think2 (:p), atau menemukan pacar dan memasukannya ke dalam kehidupan kita. Faktanya: Kebahagiaan itu ada di dalam Yesus, dan kita sudah mendapatkannya ketika kita masuk berada di dalam Yesus.

Anugerah Tuhan sudah cukup bagi kita, tinggal semuanya tergantung mau kita lihat seperti apa. Seperti soal singleness, singleness bisa menjadi berkat atau menjadi kutuk itu tergantung pada kita. Ketika masa single kita bisa menjadi maksimal dan menjadi berkat, maka singleness adalah sebuah berkat. Tapi ketika masa single dijalani dengan patah hati, menangisi nasib, menyusahkan hati orang lain, itu adalah kutuk. Dan itu tergantung di tangan kita.

Lee Burns memberi 3 poin, untuk menjawab ketiga kasus:
1. Release the pressure (lepaskan tekanan itu) -> kasus 1
How I response any situation is within in my control. Semua hal bisa terjadi dalam hidup, bahkan hal-hal yang tidak kita sukai. Namun, bagaimana kita meresponi masalah yang datang lebih penting dari masalah itu sendiri. Lee Burns bertanya kepada sang wanita single berusia 34 tahun itu, apa yang membuat kamu sangat ingin menikah? Sang wanita hanya memberikan alasan seputar tuntutan orang di sekitarnya. Sebenarnya ia sendiri sudah puas dengan kehidupannya sebagai seorang single, hanya saja ia merasa tertekan dengan tuntutan lingkungannya. Lee Burns bertanya kepada si wanita, mana yang lebih baik : "Wanita berusia 34 tahun tapi masih single, atau wanita berusia 34 tahun namun sudah mengalami kegagalan pernikahan?" artinya, bukan permasalahan single atau tidak, karena single ternyata merupakan pilihan yang lebih baik dibandingkan menikah namun gagal. Semua tergantung bagaimana kita meresponi tekanan sekitar kita. Lepaskanlah tekanan itu, berdamai dengan diri sendiri. Kalau pada akhirnya kita yang akan menanggung pilihan itu sendiri, mengapa harus pusing dengan apa kata orang lain? Take responsibility to control situation!!!

2. Faces your fears (Hadapi ketakutan-ketakutan) -> kasus 2
Ada banyak ketakutan dalam hidup, seperti pasangan yang melakukan konseling tadi. (terutama) Si wanita, ia mengalami banyak ketakutan, ia pernah gagal menjalani pernikahannya yang pertama, dan sekarang ia diperhadapkan pada keadaan bahwa ia akan gagal untuk kedua kalinya.
Ada 3 ketakutan yang ia alami, dan mungkin kita juga mengalaminya:
- Ketakutan akan kesendirian
- Ketakutan akan penolakan
- Ketakutan akan kegagalan
Tidak ada kegagalan, yang ada hanyalah umpan balik. Kalau tidak pernah mendapat umpan balik, hal berbeda apa yang akan anda lakukan? perubahan apa yang akan terjadi? perbaikan dan kemajuan apa yang akan anda alami? Artinya 'kegagalan' bukan akhir dari kehidupan, justru awal dari kehidupan yang lebih baik.
AKhirnya si wanita itu ditantang untuk berani lepas dari semua ketakutannya.

3. Change your limited beliefs (Mengubah kepercayaan terbatas anda) - kasus 3
Apa itu kepercayaan yang terbatas? setiap pemikiran yang bernada negatif yang meyakinkan anda bahwa anda tidak mampu, tidak bisa, tidak mungkin, tidak akan pernah, dan tidak-tidak lainnya. Seperti kasus yang ketiga, sang pria takut untuk menjadi seorang ayah, takut mengambil komitmen menjadi seorang suami karena ia tidak pernah mendapatkan gambaran bagaimana menjadi seorang ayah yang baik dan menjadi suami yang baik. Ia tidak pernah mendapatkan pengalaman itu dari ayahnya, dan ia pun tidak tahu bagaimana harus mempraktekan peran tersebut dalam ketidaktahuannya. Ia merasa tidak mampu, tidak bisa. Lee Burns berkata: "Transform you "I can't" into "I CAN" Ketakutan itu muncul juga karena ada ekspektasi yang berlebih, ingin menjadi suami atau ayah yang sempurna, tidak mau seperti ayahnya dahulu. Itu juga yang membuat si pria ini semakin takut berlebihan, karena ia pasang ekspektasinya tinggi sekali. Kita harus keluar dari ekspektasi yang berlebih lalu hadapi ketakukan kita!.

EKSPEKTASI
Dalam budaya barat, mereka punya kebiasaan mengajak seseorang untuk pergi minum kopi (ngopi yukk) jika mereka merasa tertarik untuk pergi menghabiskan waktu bersama untuk ngobrol dan mungkin saling mengenal. Permasalahannya, kadang kopi bisa melambungkan ekspektasi kita jauh, kita berpikir bahwa, orang tersebut pasti suka saya, dan dia pasti mau mengajak saya menikah. Namun, ketika pada akhirnya kopi habis dan cincin tidak melingkar juga di jari, maka yang ada hanya kekecewaan, karena ekspektasi yang sudah terlalu jauh hanya karena sebuah kopi. Well, Coffee doesn't mean Marriage! Jadi, bukan salah kopi, bukan salah orang yang mengajak minum kopi, itu semua ada di ekspektasi yang menentukan cara pandang kita.

Ingat, masalah itu ada dalam "Perspective" kita.


ASK YOUR SELF: Where you are, at above the line or below the line?
On Purpose    -> mau bertanggung jawab untuk segala sesuatu yang terjadi 
-------------------------------------------------------------------------------------------
Ineffective     -> Menyalahkan keadaan

Orang yang ada di atas garis, yaitu orang yang tau dan berada dalam tujuan. Mereka tahu apa yang mau mereka capai, karena itu mereka mau bertanggung jawab untuk segala sesuatu yang terjadi.
Orang yang ada di bawah garis, adalah orang-orang yang tidak efektif. Mereka tidak tau dan tidak berada pada tujuan yang mau mereka capai, karena itu mereka menyalahkan keadaan untuk segala sesuatu yang terjadi.

Ketika kita menyalahkan orang lain/ keadaan, maka tidak ada hal yang akan berubah. Yang seharusnya kita lakukan adalah BERTANYA : What can I learn from this situation? Ketika kamu menyalahkan situasi, maka kamu akan tetap berada pada ineffective stage.

Lee Burns menceritakan kebiasaan dia membangun kualitas hidup dengan bertanya saat ia ingin melakukan atau menghadapi sesuatu.:
1. To be who I need to be -> Who I need to be?
2. To do what I need to do -> What I need to do?
3. To have what I need to have -> What I need to have?

Who are you determine what you will do, then it will determine what you will get! So, ask your self "What high-quality question that I ask myself?"

KESIMPULAN:
Menjadi bahagia sebagai seorang pribadi yang single (utuh) itu tidak ditentukan oleh keadaan. Pada akhirnya respon kita akan lebih penting dari keadaan itu sendiri. Perhatikan perspective anda terhadap masalah, hindari juga ekspektasi anda yang berlebihan. Ingat! Coffee Doesn't Mean Marriage!

- Happy Single Forever!

Ketika 'Sendal' Putus di Tengah Jalan..

via my Facebook - Posted on Wednesday, August 10, 2011 at 10:05pm


Pagi ini berjalan seperti biasa.. dimulai dengan sebuah sindrom harian menguap tiada henti dengan kesulitan membuka kelopak mata di pagi hari.. Yah, matahari kembali terbit pagi ini..
Saya langsung melawan sindrom dengan kekuatan doa, walaupun masih agak meracau diganggu oleh ketidakrelaan bangun pagi ini..

singkat cerita - naik angkot lalu turun angkot -

Saya turun waktu kereta mau lewat, tengok kiri, tengok kanan. jantung deg-deg an, karena takut tiba-tiba keretanya lewat.. selamat... saya bisa melewati lintasan kereta api tersebut..

berjalan beberapa langkah menuju tempat favorit saya - dibaca kantor- dengan semangat, karena hari itu saya datang lebih cepat. Gapura berarsitektur Cina dengan naga-naga itu (walaupun sebenar'a lebih cocok nuansa ketupat menjelang lebaran) Saya berjalan masih baik-baik saja.. Entah pada langkah yang keberapa, tiba-tiba saya merasa ada yang aneh dengan sendal bagian kanan..

Selidik punya selidik, sendalnya menunjukkan tanda-tanda mau putus.. hmm, agak curiga ini ulah kedua bocah di rumah si bola dan bolu. Saya mendadak khawatir, apakah bisa sampai ke tujuan sebelum sendal ini putus?

Sayang sunggu sayang.. baru 5 langkah dari pemikiran itu, benarlah terjadi ketakutan sendal saya putus. Saya mendadak mati gaya untuk 300 meter yang masih harus saya lalui di depan saya..

Saya diam sebentar, lalu coba menempelkan lagi sendal itu, tapi berhubung saya tidak berlatar belakangkan ilmu sol sepatu, maka saya gagal melakukannya..

Pilihannya saat itu hanya, angkat sendal saya dan berjalanlah.. alias, tanpa sendal. Saat itu sudah ga ada pilihan untuk malu, walaupun memang sejujurnya malu. Walaupun masih pagi, tapi biasanya tanpa sendal yang putus aja, satpam sepanjang jalan selalu 'kurang kerjaan menyapa'.. apakabar hari ini jalan tanpa sendal??? hujan tidak, banjir apalagi.. tapi saya nyeker..

Dan, akhirnya berjalanlah saya dengan 1 sendal di sebelah kiri saja, sambil kedua tangan saya memegang sendal yang putus itu. dan sepanjang jalan itu, semua melihat saya dengan wajahnya yang penuh rasa ingin tahu, tapi yah harusnya mereka tahu bahwa 'sendal saya putus, karena itu saya ga pake sendal'. dan sekalipun tidak ada yang mencoba bertanya "kenapa mbak?", tapi wajah mereka sudah mempertanyakannya, dan saya menjawab dengan penuh senyuman manis..

Itu kisah saya.. tapi dari sendal yang putus itu, Tuhan berbicara..

Mungkin saat ini, ada sesuatu hal yang putus dari kehidupan saya, ada yang hilang, ada hal yang membuat hidup ini harus dijalani dengan aneh, dengan 'satu sendal' saja. tapi, saya harus tetap berjalan maju, tidak ada alasan untuk diam berdiri di tempat yang sama sambil berharap 'tukang sol sepatu lewat' atau 'ada orang jualan sendal'.

Dengan atau tanpa sendal, pilihannya adalah harus tetap melanjutkan langkah sampai tujuan saya, atau minimal tempat yang tepat untuk berhenti. dan saya percaya, ada 'sendal' yang baik, yang akan melengkapi kaki saya untuk melangkah lagi, menuju tempat lainnya.

Pagi ini, saya bersyukur untuk sendal yang putus, karena di saat itulah Tuhan buat saya mengerti.. :) thanks God..

ini kisah ku, apa kisahmu? :)

Ada.Harga.Indah

Apa yang indah itulah yang terasa
Namun apa yang indah mungkin hilang,
tapi tetap terasa bahkan selamanya..

Yang indah memiliki harga,
Itulah yang menguras tenaga saat memperjuangkannya,
Itulah yang membuat hati bergelora saat mendapatkannya
dan Itulah yang membawa kesedihan ketika kehilangannya..

Ada harga yang tidak terucap kata
Namun ada harga yang bisa diperjuangkan dengan makna.

Jika hari ini ada, maka nikmatilah..
Jika kemarin tidak ada, maka bersyukur karena hari ini ada..
Jika besok tidak ada, maka tersenyumlah karena ini pernah ada..

Tidak ada yang pernah tahu,
Tidak ada yang bisa mengerti
Sampai ia tahu harga itu..

Dari Saya untuk Anda, Tuhan

Terkadang, saya merasa Anda begitu jauh..

Bahkan pernah merasa bahwa Anda hanya kreasi ciptaan di dalam pikiran saya..

Pernah saya lelah untuk menemukan keberadaan Anda..

Ketika semuanya begitu abstrak dan maya,
Saya menantang Anda untuk menyatakannya..
Tidak secepat yang dibayangkan...

Semakin saya menantang Anda,
semakin sulit saya menemukan Anda...

Itu semua pernah terjadi, bahkan saya anggap sangat manusiawi..
Mempertanyakan eksistensi pribadi, dan sosok yang Ilahi..

Saat setiap pertanyaan ini tidak dapat saya temukan di dalam tumpukan buku itu,
Saat setiap kegelisahan tidak bisa dijawab dengan kisah pengalaman orang lain..

Saya lelah karena perilaku saya, 
saya lelah karena berusaha menempatkan Anda yang besar di dalam otak saya yang kecil ini..

Ada pilihan bagi saya untuk tidak mempercayai Anda,
pilihan untuk menganggap bahwa eksistensi saya sebagai manusia adalah yang termegah...

Namun, memang begitulah kodratnya,
saya tidak sanggup menjadi yang termegah..
Saya butuh pijakan, sandaran, dan pegangan dari suatu sosok yang lebih besar dari saya...

Di situlah saya menemukannya,
ketika logika tidak bisa memikirkan keberadaan Anda,
saya berusaha mengutus perasaan saya untuk merasakannya..

Ketika saya tidak bisa melihat tangan Anda, saya belajar untuk mempercayai hati Anda..

Saya berhenti untuk 'mempelajari' Anda, saya mulai untuk 'mengalami' Anda..
Saya berhenti untuk mendengarkan pengalaman orang lain dengan Anda,
Saya memilih untuk menciptakan pengalaman pribadi dengan Anda..

Ini berbeda, Ini memang tidak sama..
Karena itu, Saya tahu Anda ada.. Saya mengakui eksistensi Anda..
Bukan karena kata mereka, atau kata yang tertulis di 'buku' itu..

Tapi, inilah kisah kita, buku kita...
Dari saya untuk Anda, Tuhan..