Keberuntungan di Transjakarta (dibaca : Busway)

Ini bukan pertama kalinya saya naik Transjakarta, yang lebih singkatnya disebut busway. Selama 4 tahun 2006 - 2010, saya berjuang di dalam busway rute Kelapa Gading - Benhil. Dahulu, busway tidak sekejam ini, cuma butuh waktu 1 jam untuk bisa sampai, sekarang beda ceritanya. Sejak masuk di kantor baru, yaitu Bank Panin, saya mulai harus kembali mencicipi busway yang katanya semakin canggih. Meninggalkan kopaja dan mikrolet tentu bukan hal yang membuat hati saya sampai hancur sedihnya, tapi sejujurnya saya kangen dengan kedua mobil berpolusi itu, setidaknya di sana saya bisa duduk dengan tenang bahkan sampai ketiduran. Perjuangan saya setiap hari sekarang adalah berangkat pukul 06.00 WIB dimana semua orang mungkin masih terlelap di dalam selimut hangat. Lalu jam pulang saya tidak kalah 'sadis'nya yaitu 17:.30 WIB. Dengan durasi perjalanan masing2 paling cepat 1,5 jam, paling lama itu tidak terhingga. Ini bukan hal yang mudah untuk saya beradaptasi, tapi juga bukan hal yang sulit untuk tetap dijalani.

Kisah singkatnya begini, kalau soal pergi tidak usah diceritakan, saya hampir bosan. Ini kisah pulang saya..
Hari itu saya lupa hari apa, yang saya ingat dari ujung tangga busway saya melihat bus berwarna biru, yang artinya bus langsung ke Kelapa Gading. Untuk anda ketahui, mendadak saya jadi cinta dengan warna biru, karena itu adalah warna bus yang akan membuat perubahan dalam hidup saya di jam-jam padat pulang kerja, dengan bus itu, saya tidak perlu berkunjung sejenak ke harmoni yang padat melebihi ketupat.

Saya berlari secepat kilat, walaupun tidak secepat ferrari. Tapi saya coba untuk mengejar peruntungan saya mendapatkan bus berwarna biru itu. Sudah sampai loket, yang terjadi saya terima kembaliannya, dan bus itu jalan tanpa menunggu saya. ARTINYA saya harus ke harmoni. Saya hari itu tertinggal bus setelah berlari-lari, dan hanya beda sekian detik saja.

Beberapa hari kemudian, saya mendapatkan kesempatan yang sama juga. Dari kejauhan saya bersama teman saya Maharani, berjalan melewati tangga busway. Dari kejauhan saya lihat busway dengan warna 'favorite' saya. Saya bilang, "Wah, ada lagi, aku mau duluan yahhh..." Saya berlari dengan keyakinan super duper penuh bahwa bus itu pasti menunggu saya. Saat mendekati loket, saya lihat bus merah (warna yang tidak saya suka jadinya) dia mengantri di bus biru itu, dan feeling saya bus biru tidak akan bisa berlama-lama. Benarlah, setelah tiket saya dapatkan, bus itu pergi lagi begitu saja tanpa tolehan sedikit pun.

Saya berpikir, apakah saya kurang beruntung. Dua kali mengalami hal serupa..

Hari ini, sore ini, saya mencoba lagi peruntungan saya. Kali ini tanpa harapan tinggi, tapi percaya saja untuk tetap mencoba. Saya lihat dari jauh sambil bersiap-siap untuk berlari lagi jika tiba-tiba warna biru melintasi mata saja. Sepanjang jalan dengan langkah cepat bahkan sampai tidak jadi beli somay saya berjalan terus. Saya lihat ada antrian, saya ikuti antrian itu bersama yang lainnya menunggu si biru datang. Di situlah Tuhan bicara...
  • Menunggu lebih baik dibandingkan terlambat dan tertinggal. Banyak orang benci menunggu, benci menanti, benci menunggu proses. Di satu sisi, ia akan tahu betapa berharganya kesempatan menunggu dibandingkan kesempatan terlambat dan tertinggal. Saya bukan orang yang sabar saat harus menunggu, tapi saya tahu kesabaran ini masih lebih murah dibandingkan kesabaran yang harus saya bayar saat saya tertinggal bus. Kalau hidup membuat kita banyak menunggu, artinya kita belum terlambat. Berbahagialah..
  • Ketinggalan busway complain, tapi saat diberi kesempatan menunggu juga complain. Untuk bersyukur atau tidak itu bukan berdasarkan keadaan, tapi itu pilihan. Selalu ada alasan bagi manusia untuk complain akan hidupnya. Tidak baik memang, namun tidak apa-apa selama complain itu tidak merusak hidup anda dan orang lain. Memang pada kodratnya manusia tidak akan bisa puas.
  • Beberapa orang terlihat beruntung, saat mereka datang bus pun datang. Jangan sedih karena merasa kita tidak seberuntung mereka, ada saatnya dimana beberapa orang juga berpikir bahwa kita lebih beruntung dari mereka. Keberuntungan itu memang tidak bisa dipilih atau manipulasi, tapi saat tidak beruntung sekalipun, kita bisa bersikap sebagai orang yang beruntung. 
Saya akhirnya duduk, menikmati perjalanan dengan membaca buku Habitudes sambil akhirnya tertidur. Sesampainya di daerah Senen, under pass macet total. Saya sempat berpikir "Yah, macet..." Dan di saat itulah Tuhan bicara:
  • Saat saya merasa tidak beruntung karena pegal duduk di busway menghadapi kemacetan, ada beberapa orang yang merasa lebih tidak beruntung karena mereka pegal berdiri di busway menghadapi kemacetan. Di saat yang sama juga, beberapa penumpang kopaja kepanasan dan merasa ia tidak seberuntung pengguna busway yang berdiri dan tidak kepanasan. Jadi beruntung itu hanya soal sudut pandang anda, sekali lagi bukan keadaan.
Hari ini di busway saya berdiri, saya duduk dan akhirnya saya mengerti.. Hidup, keberuntungan, itu hanya soal cara saya berdiri dan memandang. Keberuntungan memang kodrat alam, tapi untuk menjadi pribadi yang bersikap "beruntung" itu adalah pilihan..

Selamat malam dunia..